Lukisan-lukisan indah bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an dan lafadz Muhammad, yang dicat dengan berbagai warna merah, kuning, hitam, hijau, di atas kanvas terpampang di tembok sebuah rumah di Semanggi, Ciputat, Tangerang Selatan. Rumah tersebut milik Didin Sirojuddin AR, seorang pendiri Lembaga Kaligrafi (Lemka).
Laki-laki jebolan Gontor ini, mulanya ingin mencari lembaga yang bergerak dalam coretan warna sebagai ekpresinya. Namun, ia tak menemuinya. Akhirnya untuk memuaskan hobi sejak SD, ia mendirikan Lemka. Lemka berada di Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) dan diresmikan pada 20 April 1985. “Untuk mewujudkan Lemka dari tahun 1975, jadi ancang-ancang mendirikannya itu sepuluh tahun,” ucap Didin.
Tak sampai di situ, Lemka yang telah didirikannya, mempunyai visi misi ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat kaligrafi dunia setelah Iran, Irak, Turki, Mesir dan mempercepat proses pengembangan kaligrafi di Indonesia,” ujarnya saat menjelaskan tujuan pendirian Lemka kepada INSTITUT (22/9).
Cita-citanya tersebut mulai nampak saat pertama kalinya Lemka menjuarai MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an) Nasional ke-17 di Riau tahun 1994 lalu. Belum lama ini, dalam lomba menulis Khat di Brunei Darussalam, delegasi dari Lemka berhasil memenangi perlombaan tersebut, kemudian ikut pula dalam kejuaraan menulis Khat Asean serta International Competition di Turki, Abu Dhabi. Tidak hanya itu saja, Lemka sering mengadakan pameran, di dalam dan luar negeri seperti Iran, Pakistan, Abu Dhabi, Malaysia, dan Brunei Darussalam. “Jadi, sekarang kalau tidak ikut Lemka maka akan berat untuk bertarung dalam perlombaan,” katanya sambil tersenyum.
Menurutnya, kaligrafi dapat dikomersilkan menjadi lahan bisnis, karena pasarnya sudah menempati pasar seni rupa, bahkan banyak orang China yang memajang kaligrafi di rumahnya. Sebab, menurut mereka di balik makna-makna ayat tersebut ada uang yang mengalir. “Di Lemka sendiri ada yang naik haji dan umroh dari hadiah-hadiah lomba,” papar Didin.
Lanjutnya, Lemka membolehkan siapa pun untuk masuk menjadi anggotanya. “Orang non-muslim kalau mau, ya diterima, Bayi yang baru lahir pun kalau bisa dipersilahkan,” ucapnya sembari tertawa. Ia bercerita sebelumnya Lemka bertempat di kampus, tapi semakin ke sini tidak mendapatkan tempat. “Dulu di kampus, cuma sekarang udah nggak kebagian. Makin besar (kampus UIN, red) makin sempit.”