Mutiara Kaligrafi Ramadhan: MENGUBAH WARNA DI BULAN PUASA.
🔹🔸🖋🔲🌅💐خطرمضن
Mutiara Kaligrafi Ramadhan:
MENGUBAH WARNA DI BULAN PUASA
Didin Sirojuddin AR
.وبعدَالصَّوْمِ أربَعين يومًا، أصْبحَتِ الدّودَةُ فَراشةًتَطِيرُ. فتغيَّرتْ ألوانُهاوجِسمُهاجميلةً جِدّا
“Setelah puasa 40 hari, ulat itu menjadi kupu-kupu terbang. Maka, warna-warna dan tampilannya pun berubah jadi cantiiiiiik sekali.”
*******
IBADAH puasa yg berperan mengubah “manusia biasa” menjadi “manusia MUTTAQIN luarbiasa” memberi inspirasi utk mengubah warna PUTIHnya kaligrafi إن الله هو الغني الحميد (QS Luqman 26) menjadi WaRNa-wARni. PUTIH artinya suci. Melambangkan kesucian, tapi statis dan datar. Biasa-biasa saja, tanpa DINAMIKA. Akhirnya, dengan mengcopy Ramadhan yg dinamis dan kaya nuansa, saya olah kepada warna KUNING emas (yg berarti agung, cerah, dan rezeki melimpah), MERAH (yg berarti berani), HIJAU (yg berarti subur makmur, harapan), BIRU (yg berarti anggun, berwibawa), dengan prioritas PUTIH untuk selalu konsisten menjaga kesucian. Melibatkan warna PUTIH, kata Mohyeddin Tolu dalam kitabnya, Allaon ‘Ilman wa ‘Amalan, ada positifnya:
هى جعلُ اللّونِ أكثرَ إضاءة پإضافةِ الأبيضِ له Tint : دَرجةُ اللَّونِ
Artinya: “Level warna (Tint), yaitu membuat warna lebih bercahaya dengan menambahkan PUTIH kepadanya.”
Dalam kitabnya, Color Harmony: A Guide to Creative Color Combination, Hideaki Chijiiwa menyimpulkan bahwa “memilih warna adalah seni” (choosing color is fun). Maka, lukisan yg digubah dari satu warna menjadi warna-warni menunjukkan kesempurnaannya karena, kata Mohyeddin lagi, telah menjadi tercakup dalam satu unit KARAKTER WARNA (خواص اللون), yaitu: الشكل (HUE/jenis2 warna), القيمة (Value/nilai), dan الكثافة (Intensity/level olah). Walhasil, perubahan ke warna-warna beragam mengubah lukisan jadi lebih bagus dan artistik.
Oya, PUASAnya bagaimana? RAMADHAN maknanya “pembakaran”. Seperti genteng dan bata dibakar supaya tambah kuat dan tahan banting, tidak hancur kehujanan tidak retak kepanasan. Setelah “dibakar” untuk digembleng, ditempa, dan dilatih, para shoimin seharusnya BERUBAH menjadi “manusia baru” yang lebih kuat menahan hawa nafsu, lebih giat qiyamullail, lebih rajin membaca Alquran dan selalu siap mengamalkan isinya, dan tambah dermawan. Tentu, semua pencapaian tersebut “harus dg ILMUnya” (فعليه بالعلم), karena puasa juga merupakan “ajang menuntut ilmu”. Artinya, puasa tanpa ilmu hanya menghasilkan “puasa minimalis”, yakni “minimal tidak makan dan minum.” Hanya itu. Ini berbahaya dan merugikan, karena akan distempel Nabi SAW dengan cap:
.رُبَّ صائمٍ: حَظُّه من صِيامِه الجوعُ والعطشُ
Artinya: “Betapa kerap orang berpuasa: yg dia dapat dari puasanya hanyalah lapar dan haus.” (HR Thabrani dari Ibnu Umar)
Untuk berubah, dia harus nglakoni “puasa maximalis”. Artinya, mengisi hari-hari puasanya dengan kegiatan amal shaleh yg padat, siang-malam secara maksimal. Puasanya dilakoni dengan taktis alias dengan ilmunya, mengikuti tatacara dari Nabi SAW:
.من صامَ رمضانَ وعَرَفَ حُدودَه وتَحَفَّظَ مِمَّاكان يَنْبَغى أن يتَحفَّظ منه كُفّر ما قبلَه
Artinya: “Barangsiapa yg berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui BATAS ATURANnya serta menjaga apa-apa yg seharusnya dijaga, dia akan diampuni segala dosanya yg telah lalu.” (HR Ahmad dan Baihaqi dari Abu Said Al-Khudri)
Mustafa Al-Siba’i (dlm kitab Hikmah Al-Shoum wa Falsafatuhu) menyebutkan, bahwa shoimun (orang-orang berpuasa) yg benar akan memperbaiki apa-apa yg telah rusak, memperbaharui yg telah usang, bahkan sanggup mengobati segala sesuatu yg sakit. Karena “kekuatan mereka telah menyatu dg kekuatan Tuhan,” katanya. Kalau boleh dibuatkan umpama untuk dicontoh, puasa yg bisa mengubah adalah puasa ULAT, 🐛 bukan puasa ULAR 🐍 yg tidak membawa perubahan. Biar “kembali muda”, ULAR harus puasa yg disusul proses ganti kulit dengan yg baru. Setelah itu? Tidak ada yg berubah. Namanya tetap ular. Tampang dan bentuknya seperti dulu. Cara jalannya masih sama. Makanannya kayak itu-itu saja. Bahkan, sifat dan kelakuannya tak berubah: bila mematuk bisa bikin kita celaka. Berbeda nih dengan ULAT. Biar “sakti mandraguna” (istilah puasanya: “menjadi orang berTAKWA”), ulat harus puasa 40 hari (kayak hitungan shalat arba’in, hadis-hadis arbain, haji 40 hari). Segera saja terjadi perubahan-perubahan signifikan pada tubuhnya: terstruktur, sistematis, dan massif. Di tengah-tengah TAPAnya, namanya segera berubah jadi kepompong. Usai puasa, julukannya jadi kupu-kupu. 🦋🦋 Tampang dan bentuknya kini lebih cantik. Cara jalannya dulu merayap, sekarang terbang. Pilihan makanannya dari daun pindah ke madu. Sifat dan kelakuannya? Subhanallaaaaah. Dia hobi membantu penyerbukan untuk proses pembuahan paling sempurna pada bunga yg manfaatnya dapat dipetik dan dirasakan berbagai kalangan. Duuuuuuh….. indahnya. Duuuuuuuh cantiknya. Lukisan berubah warna tambah artistik. Ulat berubah jadi kupu-kupu semakin cantik. Dengan puasa, mukmin jadi orang berTAKWA. Benar-benar asyiiiiiiiiik. Sungguh asyik.
🔹🔸🌅🖌️🖋️🦋😆
• Didin Sirojuddin AR: “DIA YANG MAHAKAYA” (50 x 120 cm, acrylic on canvas, 2019)