Mohamed Zakariya, Master Kaligrafi yang Rendah Hati
Aneka botol cairan pewarna, kertas manuskrip tua, dan pena bambu kaligrafi beragam ukuran mendominasi pemandangan studio milik Mohamed Zakariya yang terletak di Arlington, AS. Perjalanan Zakariya mempelajari kaligrafi bermula dari selembar karpet di Malibu.
Dari sana, tetirahnya berlanjut ke masjid-masjid di Maroko, sejumlah museum seni, dan sekolah kaligrafi di Inggris serta Turki, sampai akhirnya dia membuka bengkel kerja sendiri di Amerika Serikat.
Di tahun-tahun awal keislamannya, Zakariya mempelajari Islam dan bahasa Arab di Maroko. Pola belajarnya cenderung otodidak dan tidak berguru kepada imam tertentu. Kemudian dia belajar kaligrafi kuno di Museum Inggris Raya, London.
Sedikit demi sedikit, keahlian kaligrafi Zakariya mulai terasah, dia pun mulai bisa menghasilkan uang dari menjual karyanya. Namun, sekitar 1980-an, dia merasa perkembangan kemampuannya mulai buntu.
Selain itu, dia berpartisipasi dalam sejumlah pameran bersama di Dubai dan Kuwait. Tiap lukisan kaligrafinya dihargai ribuan dolar AS oleh para kolektor. Sebagian besar di antaranya bahkan bukan Muslim.
Menguasai aturan-aturan itu tidaklah mudah. Banyak yang menghabiskan waktu seumur hidup untuk menguasainya. “Zakariya bisa kita sebut sebagai master di bidang ini,” papar Farhad.
Zakariya mengaku tidak peduli dengan kemasyhuran. Dengan rendah hati dia berkata, baginya kaligrafi tak lebih dari caranya mencapai keislaman. Dia bersyukur karena Islam telah membawanya menemukan jati diri yang sesungguhnya.ed; heri ruslan