Lembaga Kaligrafi Alquran Mencetak Kaligrafer Kelas Dunia

0
Lembaga Kaligrafi Alquran (Lemka) yang semula hanyalah sebuah mimpi dari seorang khaththath (kaligrafer) Drs D Sirajuddin AR. Saat itu, dunia kaligrafi di Indonesia boleh dikata mandek.

Sirajuddin yang sudah menggeluti kaligrafi sejak muda berkhayal mempercepat proses pengembangannya melalui pendirian sebuah lembaga. Khayalan itu muncul tahun 1975 ketika ia bersiap-siap menamatkan masa belajar enam tahun sebagai santri pondok modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur. ”Kita perlu memiliki lembaga yang akan mengembangkan seni menulis halus Arab atau khat,” ujarnya.

Impiannya baru terwujud sepuluh tahun kemudian. Sejumlah kaligrafer nasional seperti Prof HM Salim Fachry, penulis Alquran Pusaka atas pesanan almarhum Presiden Soekarno dan Ustadz KHM Abd Razzaq Muhily sebagai penulis khat profesional asal Tangerang yang goresan tangannya terentang di antara ratusan buku agama di Tanah Air, memiliki andil besar dalam kelahiran Lemka.

Dua tahun sebelum Lemka lahir, Sirajuddin bersama Fachry dan Muhily ditunjuk sebagai dewan hakim sayembara kaligrafi MTQ Nasional ke-13 di Padang. Kepada keduanya, ia curhat mengenai khayalan dan mimpinya untuk membentuk wadah. Gayung pun bersambut, keduanya memberikan dorongan yang amat besar.

Nama Lemka tak serta merta lahir. Awalnya sempat muncul nama Poros Kaligrafi Ciputat (PKC). Tapi, selain Ciputat memberikan gambaran yang eksklusif, kata-kata PKC menimbulkan kesan buruk, apalagi di Indonesia PKC merupakan singkat dari Partai Komunis Cina. Kemudian lahirlah nama Lembaga Kaligrafi Islam, sebelum akhirnya diganti menjadi Lembaga Kaligrafi Alquran. Lembaga Kaligrafi Alquran mula-mula disingkat Lekar, lalu diubah menjadi LKI dan akhirnya menjadi Lemka. Saat itu pengukuhan Lemka berlangsung 20 April 1985.

Orang-orang yang berjasa yang membidani lahirnya Lemka antara lain, Ece Abidin, M Hamid Ibrahim, Badriati, Ikhwan Azizi, Ahmad Ghazali Zhahir, Gustiri Ibnu Ahmad, Nani Nur’aini, Rd Siti Sa’adah, M Amin Anwar, Liga Bukra, Darta, M Nur Mivid dan Mudrik Qori Indra. Empat hari setelah pengukuhan, berhasil disusun AD/ART Lemka dengan tim perumus: Drs D Sirajuddin AR, Badri Yatim, Asep Usman Ismail, Ece Abidin, Mudrik Qori Indra dan Fuad Jabali. Lima nama tersebut terakhir adalah para mahasiswa Fakultas Adab IAIN Jakarta. Setelah itu, komposisi pengurus pun mulai disempurnakan.

Lemka memulai berpameranan tahun 1987 di masjid Istiqlal, Jakarta. Kemudian mengadakan pameran-pameran di beberapa tempat seperti kampus-kampus dan hotel-hotel. ”Sudah banyak sekali kawan-kawan kita yang karyanya menjadi koleksi tokoh-tokoh penting dalam dan luar negeri,” jelasnya. Bahkan ada satu alumni Lemka, Agus Nugroho, yang juga lulusan ITB, satu lukisan kaligrafinya dihargai Rp 150 juta dengan ukuran 4×2,5 meter yang dipesan Bank Islam Dunia (Islamic Development Bank/IDB). Lukisan itu menjadi sangat bernilai karena ukurannya, kualitas estetis, dan menggunakan mix media (media campuran).Yang mengagumkan, sambung Sirajuddin, betapa ayat-ayat suci Alquran itu ketika digali tak ada habis-habisnya. Ia mencontohkan, ayat-ayat idola, Ayat kursi, surat Al Fatihah, kata-kata baiti jannati, maupun doa-doa.

Kelas dunia
Upaya Lemka mencetak para kaligrafer andal kini terwujud, tak hanya bertarap nasional tapi juga internasional. Tengok saja misalnya untuk Lomba Kaligrafi tingkat ASEAN yang kali pertama diadakan tahun 1985 di Brunei Darussalam setiap dua tahun sekali, langganan juaranya selalu anak-anak Lemka. ”Yang terakhir untuk empat kategori yaitu, suluts, nashk, diwani, dan rik’ah, juara satunya seluruhnya anak-anak Lemka,” papar Sirajuddin kepada Republika di kediamannya, di kawasan Ciputat Tangerang Selasa (17/10) malam.

Memang diakui, untuk lomba kaligrafi tingkat dunia yang diadakan empat tahun sekali, anak-anak Lemka belum bisa berbuat banyak. ”Kalau tingkat dunia setiap empat tahun sekali di Turki, kita baru sampai pada gelar kehormatan,” ujarnya. Sirajuddin pertama kali memenangi Lomba Kaligrafi Tingkat ASEAN di Brunei Darussalam tahun 1987. Untuk prestasinya tersebut, ia mengaku mendapat hadiah yang lumayan besar untuk ukuran seorang kaligrafer. ”Waktu itu hadiahnya berupa uang dan untuk juara pertama mendapat 3.000 dolar Brunei atau sekitar Rp 15 juta. Padahal seorang kaligrafer bisa saja menjuarai dua atau tiga katagori. Kalau untuk kegiatan tingkat nasional semuanya dikepung oleh Lemka,” ujarnya

Sejak didirikan 20 April 1985, Lemka sudah menelurkan kader khaththath sebanyak empat ribu orang. Setiap satu semester diadakan kursus yang pesertanya antara 80 sampai 90 orang. Sampai sekarang sudah 39 gelombang. Selain di Jakarta, ia juga melakukan pembinaan anak-anak di beberapa provinsi.

Kini, Lemka memiliki sebuah pesantren kaligrafi pertama di Indonesia yang bernaung di bawah Yayasan Badan Wakaf Lembaga Kaligrafi Alquran (Lemka). Pesantren yang berlokasi di Jl Bhineka Karya No. 53 RT 003/06 Kelurahan Keramat, Gunung Puyuh, Sukabumi, Jawa Barat, ini mengelola pendidikan dan latihan di bidang seni kaligrafi secara khusus. Pesantren yang diresmikan 9 Agustus 1998 sekaligus menjadi laboratorium Lemka dengan aktivitas diikuti para santri diklat, kursus, dan TKA/TPA Plus yang dikembangkan bertahap hingga mencapai kemahiran.

Sumber tulisan dari sini:

Apabila Artikel atau info dalam blog ini baik dan bermanfaat bagi anda, harap disebarkan
Leave A Reply

Your email address will not be published.