Berkunjung ke IRCICA
Seharusnya saya datang ke IRCICA pada Rabu, 27 Juli, pukul 14.00, untuk bertemu dengan Prof Mustafa Ugur Derman. Ia memberi waktu untuk bertemu via email, yang sudah saya mulai beberapa bulan sebelumnya. Tapi celaka! Siang itu saya tidak menemukan alamat IRCICA! Semula saya duga mudah dicari, sehingga saya tidak mengecek kembali alamat secara lengkap, dan ternyata itu fatal sekali. Ketika kalut mencari, karena waktunya janjiannya sudah lewat beberapa menit, saya tiba-tiba ingat, bahwa alamatnya di Yildiz Sarayi (suka terbaca di Newsletter). Saya langsung memanggil taksi untuk menuju tempat itu. Supir taksi tidak mau pakai ‘meteran’, tapi ‘borongan’, seharga 15 TL (Turkish Lira). OK, tidak mengapa, pikirku. Tapi ternyata ia tidak tahu pasti alamat itu, dan saya diturunkan di suatu tempat – yang memang sebenarnya sudah dekat dengan alamat yang dicari. Saya tanya petugas keamanan di tempat itu, tapi sarannya tidak begitu jelas. Akhirnya saya pasrah saja, dan siap untuk kecewa tidak dapat bertemu lagi dengan Prof Derman. Dan supir taksi itu agak “kurang ajar” (maaf) karena sebenarnya – saya tahu kemudian – ongkosnya seharusnya tidak semahal itu. Ongkos yang wajar seharusnya hanya sekitar 5 lira.
Hari Selasa dan Rabu minggu berikutnya saya datang ke perpustakaan IRCICA yang terletak di gedung terpisah di seberang halaman. Perpustakaannya besar, dan koleksi bukunya lengkap. Pelayanannya juga sangat baik. Kita bisa minta fotokopi buku atau minta dalam bentuk CD-nya. Banyak buku yang sudah didigitisasi, sehingga petugas perpustakaan tinggal ngeprint saja, tidak perlu memotokopi langsung dari bukunya. Saya minta fotokopi sekitar 40 halaman, dan minta juga dalam bentuk CD, dengan ongkos 6 lira. Tentu saja di sini kita tidak bisa meminta fotokopi seluruh buku, karena menyangkut hak cipta penerbit dan pengarangnya. Urusan etika kepengarangan seperti itu di sini cukup ketat juga di negara-negara lain.
Karena saya merasa bersalah tidak dapat bertemu dengan Prof Derman sesuai janji, saya meminta maaf kepadanya via email. Saya takut ia marah dan tidak mau lagi bertemu. Saya berusaha untuk membuat email yang baik, agar ia tidak ‘kapok’ untuk bertemu dengan saya. Bunyinya begini: