Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka

0
IMAM MA’RUF MASYKUR

Majalah Hidayah Hal.64-69 (Januari 2002)

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pada umumnya, kebanyakan pondok pesantren di Indonesia menekankan kurikulumnya pada kajian kitab kuning, tahfIdz al-qur’an, tafsir al-qur’an, atapun tilawah al-qur’an. Namun pondok pesantren yang satu ini memiliki keunikan tersendiri di banding pondok pesantren yang lain. Sesuai  namanya, Pondok Pesantren Kaligrafi Al-qur’an Lemka lebih menekankan kurikulum pengajaran pada para santrinya pada kemampuan seni kaligrafi Islam. Walaupun demikian, di pondok pesantren ini tetap diajarkan kitab kuning, muhadloroh atau latihan ceramah dan diskusi tentang wacana keislaman.


Meskipun pondok pesantren ini relatif masih muda dan sedarhana, namun perjalanannya para santri yang menuntut ilmu di pondok pesantren ini telah mampu meraih prestasi yang luar biasa, baik di pentas nasional maupun internasional, lebih-lebih pentas lokal.

Pondok pesantren ini terletak dilokasi yang menarik, yaitu daerah wisata Salabintana. Di atas bangunan pondok pesantren tersebut terletak Bukit Halimun. Sebelah belakangnya, terdapat Taman Wisata Scapa, sebelah kiri terdapat hamparan sawah, dan sebelah kanannya ada sungai dengan bebatuan yang dapat digunakan untuk merenung dan melukis. Dengan lokasi yang ideal tersebut, membuat pesantren ini menjadi tempat yang kondusif bagi para santri.

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Kaligrafi Al-qur’an Lemka
Pondok pesantren ini didirikan dari sebuah cita-cita seorang Ulama dan Dosen IAIN Jakarta serta Kaligrafer Internasional, yaitu Drs. H. Didin Sirojuddin AR, M.Ag. pesantren ini resmi berdiri pada hari Ahad, tanggal 09 agustus 1998. Adapun lokasi Pondok Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an Lemka ini terletak di Jl. Bhineka Karya Rt.003/06 Desa Karamat, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Jawa Barat.

Cita-cita pendirian pondok pesantren ini mulai dicanangkan pada tahun 1986, yaitu pada saat diadakan penataran dewan MTQ jawa Barat di Bandung. Dalam forum tersebut, Bapak Sirojuddin melontarkan gagasan dan keinginannya mendirikan pesantren khusus kaligrafi di daerah Sukabumi. Padahal pada saat itu, belum terpikir dalam benaknya, di Sukabumi sebelah mana akan didirikan pondok pesantren itu, bahkan ia sendiri belum begitu kenal lokasi-lokasi di Sukabumi.

Gagasan mendirikan Pondok Pesantren Kaligrafi ini merupakan gagasan berani, karena sebelumnya tidak ada pesantren yang mengkhususkan seni kaligrafi, di samping tilawah, tahfidz, dan tafsir.

Ternayata, tidak mudah mewujudkan cita-cita tersebut. Banyak hambatan dan kendala yang harus dihadapi lelaki jebolan Pondok Pesantren Gontor ini. Kendala pertama, ia kesulitan mencari lokasi. Enam kali ia gagal mencari lokasi yang tepat bagi pondok pesantren yang dicita-citakannya itu. Meskipun gagasan awalnya pondok pesantren tersebut hendak ia dirikan di daerah Sukabumi, tetapi di Bogor, Cibinong, bahkan di Jakarta sendiri. Anehnya, dari semua lokasi yang dikunjunginya, akhirnya ditemukanlah lokasi yang tepat di Sukabumi seperti gagasan awal.

Drs. Didin mulai membuka pesantren ini setelah salah satu keluarga di Sukabumi memberikan wakaf  tiga bilik rumah. Kemudian dissusul warga lainnya yang mewakafkan sebuah musholla dan kolam serta sebidang tanah. Selanjutnya, muncul kendala lain, yaitu mencari santri dan peserta didik yang memiliki minat untuk memperdalam dunia seni kaligrafi Islam. Ia mencoba menawarkan kepada para khattat (penulis khat) yang ada di Jawa Barat, namun, sambutannya kurang memuaskan, karena kebanyakan dari mereka memiliki kendala masing-masing, seperti masih kuliah dan sebagainya. Karena itu,  beliau sampai berkeliling sampai ke daerah-daerah untuk mempromosikan pondok pesantrennya. Bahkan, beliau pernah mengirim sebanyak 300 surat ke berbagai daerah untuk meminta utusan dari berbagai daerah tersebut yang mau belajar kaligrafi Islam. Akan tetapi tidak banyak yang mengirimkan utusan sebagai santri dan peserta didik di Pesantren Kaligrafi tersebut.

Sebenarnya, pendirian Pesantren Kaligrafi itu banyak mendapat respon positif dari berbagai kalangan yang merindukan adanya pesantren tersebut, namun hal itu belum banyak mendongkrak minat para peserta didik. Seringkali para peserta didik atau santri datang bergantian atau berotasi dalam setiap tahunnya, tidak menetaap lama di pondok ini.

Saat ini ada kurang lebih 9 orang santri dari daerah dan 25 orang santri dari Jakarta dan Jawa Barat ditambah 92 orang santri TKA/TPA Plus Kaligrafi. Dan tidak lama lagi  ada beberapa daerah yang menyatakan akan mengirimkan santri ke pesantren tersebut.

Pondok pesantren ini terbuka bagi para santri dari berbagai daerah manapun. Untuk mendaftar di pondok pesantren ini, tidak ada syarat ijazah formal, seperti SD, SLTP dan seterusnya. Sebab yang dinilai adalah kemahiran dan minat dari santri sendiri. Namun pada umumnya yang datang ke pondok pesantren ini adalah mahasiswa non aktif maupun sarjana.

Sebenarnya pondok pesantren ini lebih memilih calon yang memiliki sedikit kemampuan dan punya kemauan atau minat besar untuk mengembangkan Kaligrafi Al-Qur’an. Namun, dalam kenyataannya, kebanyakan yang datang ke pondok pesantren ini, terutama yang di luar Jawa, adalah para khattat daerah yang sudah sering menjuarai MTQ, baik tingkat kabupaten maupun tingkat propinsi. Walaupun demikian, para khattat yang masuk ke pondok pesantren ini harus memulai dari titik nol, dari tidak bisa apa-apa. Tujuannya agar proses pembinaan berjalan lebih mudah dibandingkan jika mereka tetap membawa kemampuan awalnya.

Kenapa Pesantren Kaligrafi?
Ada beberapa alas an didirikannay pondok pesantren yang lebih menekankan kepada kemampuan menulis kaligrafi ini. Pertama, cita-cita pak didin yang ingin menyerahkan hidupnya bagi pengembangan dan pengabdian seni kaligrafi al-Quran. Kedua, LEMKA (Lembaga Kaligrafi Al-Quran) yang didirikan Pak Didin pada tahun 1985 di IAIN Jakarta, pada perjalanan selanjutnya membutuhkan sebuah Laboratorium Kaligrafi, sebab selama ini peserta LEMKA banyak yang pulang pergi. Ketiga, banyaknya kebutuhan wilayah dan daerah terhadap pembina dan instruktur kaligrafi. Karena itu, pesantren ini juga diharapkan menjadi sebuah  Up Grading Pembinaan Kader
Wilayah. Keempat, pondok pesantren ini diharapkan mampu melahirkan santri dan peserta didik yang handal di masa depan, terutama dalam bidang seni kaligrafi al-qur’an.

                   Kurikulum
            Pondok pesantren kaligradi al-qur’an ini merupakan pesantren diklat (pendidikan dan latihan). Karena itu, hamper seluruh aktifitasnya difokuskan pada kegiatan yang berkaitan dengan seni kaligrafi. Meskipun demikian, materi lain juga diajarkan, seperti membaca kitab kuning, muhadloroh atau ceramah dan diskusi.

            Di samping hal di atas ada dua hal pokok yang juga menjadi perhatian serius dalam pengembangan kurikulum. Pertama, kemampuan (skill) melukis dan menulis dengan cara praktek lapangan, melalui kunjungan ke museum, pemeran terutama di Jakarta dan atraksi lomba dengan menyebar ke berbagai daerah untuk mengikuti perlombaaan. Para santri juga dibebeni dengan tugas mandiri, yaitu tugas yang diberikan untuk melatih kemampuan mereka dengan membuat suatu karya dengan batas tertentu. Biasanya, pihak pesantren memberikan waktu-waktu tertentu untuk praktek ke lapangan dengan cara menulis nama atau berdagang keliling atau bentuk lain, hingga dapat menambah penghasilan tambahan, disamping menguji kemampuan.

Kedua, peningkatan wawasan mengenai kaligrafi dan seni islam. Ada materi yang khas yaitu Bahsul Masail al-Fanniah (membahas masalah-masalah dan literatur yang berkaitan dengan seni dan dunia islam). Kurikulum ini selalu disesuaikan dengan peta perkembangan seni kaligrafi.

Biaya
Selama belajar di pondok pesantren ini para santri diwajibkan membayar uang makan dan uang pondokan sebesar Rp150.000,- sebulan. Iuran sebesar itu sesungguhny belum cukup untuk memenuhi kehidupan mereka. Namun, kekurangan tersebut ditutupi melalui bantuan dari para dermawan.

Biaya ini belum termasuk peralatan yang berkenaan dengan seni kaligrafi, seperti cat warna dasar, kuas, bahan dan lain sebagainya. Semua peralatan tersebut ditanggung para santri sendiri. Meskipun demikian, bagi para sentriyang merupakan utusan daerah, maka pihak pondok pesantren berusaha mendapatkan subsidi bagi santrinya dari daerah yang mengirimkannya.

Biografi Ringkas Drs. Didin Sirajuddin AR, M.Ag.
Drs. Didin Sirojuddin, MAg. yang  biasa dipanggil Pak Didin ini dilahirkan di Kuningan  Jawa Barat, 15 Juli 1957. Sejak kecil, ia sudah mengenal dunia seni lukis. Daerah seni itu mengalir dari kakeknya geris ibu yang ahli memahat bangunan dengan sangat rapi.

“Saya sudah melukis seak sebelum mesuk bangku SD. Mulai dengan peralatan sangat sederhana, arang dapur, kuas dari kayu yang ditumbuk, serta kulit pohon sebagai media, sebagaimana layaknya orang zaman purba,” kanang Pak Didin.

Didin mengaku, bahwa dirinya baru mengenal water colour dan kuas sederhana setelah masuk SD. Di tingkat SD, beliau sudah terkenal sebagai pelukis. Beliau pernah mendapat hadiah ataas prestasi melukisnya. Hadiah tersebut beliau belikan seekor kambing. Kemudian kambing itu dititipkan untuk dipelihara, sehingga semakin hari beertambah banyak. Beliau juga pernah mengumpulkan berbagai macam bunga, lalu ditumbuk menjadi bahan pewarna. Hal itu ternyata banyak dilakukan para pelukis besar untuk membuat oil painting.

Setelah masuk ke Pondok Pesantren Modern Gontor Jawa Timur pada tahun 1969, beliau baru menemukan sesuatu yang selama ini dicarinya. Di sana ada pelajaran khat atau seni kaligrafi. Pesantren tersebut memang sangat mendorong lahirnya seniman dan banyak aktivitas kesenian. Beliau mendirikan SA-KISDA (Sangar Pelukis Darussalam) yang sekarang berkembang berbagai jenis kursus-kursus seni Islam. Kemudian men-dirikan AKLAM (Asosiasi Kaligrafer Darus-salam).

Namun akibat keterbatasan buku panduan di bidang kaligrafi sempat menyulut rasa haus beliau. Terbetiklah keinginan beliau untuk membuat perkumpulan para khattat dan menuliskan sebuah karya di bidang seni kaligrafi. Tahun 1975, ia lulus dari pondok pesantren tebu ireng dan melanjutkan pendidikannya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sepuluh tahun kemudian beliau mendirikan LEMKA (Lembaga Kaligrafi Al-Quran) IAIN Jakarta tahun 1985. baru tiga belas tahun kemudian yaitu tahun1998 cita-cita mendirikan pesantren terwujud.

Sebagai penulis kaligrafi professional, segudang prestasi pernah diraih bapak satu anak ini, diantaranya sebagai juara MTQ Nasional, dan Juara I Peraduan Menulis Khat ASEAN di Brunei Darussalam tahun 1987. Beliau juga menjadi Dewan Hakim Kaligrafi Di berbagai perlombaan baik nasional maupun internasional dan mengikuti berbagai pameran kaligrafi. Dari tangan beliau ini pula telah lahir berbagai macam buku seni kaligrafi al-Quran.


Masykur, Imam Ma’ruf. (2002, Januari). PONDOK PESANTREN KALIGRAFI AL-QUR’AN LEMKA. Hidayah [majalah]. Hal.64-69.


Apabila Artikel atau info dalam blog ini baik dan bermanfaat bagi anda, harap disebarkan
Leave A Reply

Your email address will not be published.