Menanggung Rezeki Dari Kaligrafi
Yang belum mengecap kemampuannya juga tidak terhitung jumlahnya. Penyebab ini beragam. Semua itu bermuara pada takdir Allah yang Maha Pemberi Rezeki.
Sebagai mukmin yang meyakini adanya takdir, kaum santri paham betul mana takdir yang tidak bisa di pungkiri dan mana yang bisa di ukir.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengukir takdir tapi sekedar ingin berbagi rasa tentang betapah ampuhnya kaligrafi dalam menyembatani kesenjangan ekonomi kaum santri.
Ada beberapa kata kunci yang penulis temukan dalam pengembaraan memenuhi “Undangan Rezeki” dari dunia pena, tinta dan kertas, serta media lain yang tak terbatas.
Kata kuncinya adalah :
1) Perfikir cerdas
2) Berlatih dan bekerja keras
3) Mengabdi dengan tulus dan ikhlas
4) Berseni budaya yang pantas
5) Bersyukur tanpa batas
1. Berfikir cerdas ini identik menjemput peluang berupa kesempatan, peluang mendapat panduan khat yang benar. Peluang bertemu dan berguna kepada para master. Peluang bekerja dan memasarkannya. Peluang jangan ditunggu, tapi harus di buru dengan pola pikir yang cerdas. Boleh jadi memilih kaligrafi sebagai jalan hidup dan kehidupan adalah sebuah keputusan cerdas.
2. Berlatih dan bekerja keras. Secerdas apapun keputusan yang diambil, tanpa ada kesinambungan akan menuai sia-sia. Kaligrafi adalah keterampilan dan terapan yang kesempurnaannya bisa diperoleh dengan pembiasaan. Seorang master secara kognitif bisa mempertahankan wawasannya tentang kaligrafi, tapi ia tidak akan pernah jadi praktisi kaligrafi bila elergi menyentuh handam dan kuas. Sungguh dengan intensif latihan dan banyak menggores kesempurnaan itu akan terwujud.
3. Mengabdi dengan tulus dan ikhlas berfikir cerdas dan bekerja maksimalnya berlangsung tanpa beban. Mengalir begitu saja bagai air. Permintaan dari kanan kiri asalkan tidak mengganggu logistic primer adalah ladang pahala yang berbuah berkah terlebih lagi yang menyuruh adalah seorang kiyai, karna ridhonya adalah do’a dan kepuasannya adalah takdir. Keikhlasan dalam bekerja adalah bagian dari proses kreatif kaligrafer dalam memberikan nyawa atau roh pada setiap goresannya.
4. Berseni budaya yang pantas kaligrafi adalah seni arsitektur rohani. Kepantasan dan kepatuttan fisiknya merupakan cermin kualitas rohaninya. (ada ayat) kaligrafi yang diberlakukan secara asal asalan telah terbukti menuai balah dan hura-hura. Kaligrafi yang beraroma Ilahi ini jika terjaga dari perlakukan yang sifatnya mengasal tentulah akan menuntun penulisnya kepada seniman kaligrafi meski memiliki “kharigul adah” akan slalu tampil santun, rapi dan menawan. Tidak kumuh dan urakan.
5. Bersyukur tanpa batas “Maziyyah” yang di anugrahkan Allah SWT berupa kemampuan dalam menulis kaligrafi patutlah di pelihara dan terus ditingkatkan. Karna melestarikan dan mengamalkannya sebagai media dakwah adalah merupakan salah satu bentuk rasa syukur seorang kaligrafer.
Tak jarang pula kaligrafer turut mengerjakan proyek-proyek yang berlabel “Maturmurun di sini ia ingin membuktikan bahwa dirinya merupakan hamba Allah yang piawai dalam bersyukur. Maka jangan heran jika sudah menempati magong hendak rezekinya tidak perlu di kejar karna rezeki yang sudah mengejar kaligrafer.
|