Mengenal Sejarah Musabaqah Khat Alquran

1
Muqaddimah : Mengenal MKQ dan Sejarahnya

Musabaqah Khat Al-Qur’an (MKQ) adalah cabang Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) yang menekankan kepada kemahiran menulis dan/atau melukis ayat-ayat Al-Qur’an. MKQ yang bertujuan mendidik untuk melahirkan para khattat dan pelukis kaligrafi mahir dan profesional, memiliki peranan dan fungsi dalam kehidupan individu dan sosial pesertanya. Dalam fungsi-fungsi individual, MKQ berperan sebagai sarana komunikasi, sumber usaha, dan wahana ekspresi yang penuh nilai estetika. Sedangkan dalam fungsi-fungsi sosialnya MKQ membuka jalan dan mendorong semakin banyak digunakannya kaligrafi untuk segala kepentingan seperti dekorasi mesjid dan panggung-panggung atraksi, penulisan buku-buku pelajaran, mushaf Al-Qur’an, majalah, koran, dan sarana-sarana informasi tekstual dan visual seperti advertensi dan pameran. Kaligrafi juga difungsikan untuk medium-medium seni dan sarana peralihan kebudayaan dan peradaban.
Untuk pertamakalinya kaligrafi dikompetisikan dalam bentuk sayembara pada MTQ Nasional ke-12 tahun 1981 di Banda Aceh disusul kemudian MTQ Nasional ke-13 tahun 1983 di Padang. Materi lombanya adalah penulisan ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk naskah hitam putih dengan tinta cina hitam. Dalam MTQ Nasional ke-14 tahun 1985 di Pontianak, kaligrafi tidak disayembarakan dan hanya didemonstrasikan di kain spanduk di muka umum. Kaligrafi barulah dilombakan secara langsung dengan diikuti utusan yang mewakili kafilah Propinsi pada MTQ Nasional ke-15 tahun 1988 di Bandar lampung dan MTQ Nasional ke-16 tahun 1991 di Yogyakarta untuk mengerjakan karya Penulisan Buku, Penulisan Dekorasi, dan Penulisan Hiasan Al-Qur’an tanpa membedakan kelas putra dan putri. Pada MTQ Nasional ke-17 tahun 1994 di Pekanbaru dan MTQ-MTQ Nasional selanjutnya, peserta MKQ diwakili oleh putra dan putri dari setiap Propinsi untuk masing-masing mengerjakan karya Golongan Naskah, Hiasan Mushaf, dan Dekorasi
Dalam rentang waktu tersebut, telah terjadi perubahan dan kemajuan kualitas estetis karya peserta seiring modifikasi-modifikasi aturan musabaqah. Keadaan tersebut mendorong diperlukannya pembinaan perhakiman dan pelatihan peserta yang intensif dan terstruktur untuk pengembangan cabang MKQ terlebih pengembangan kaligrafi secara lebih khusus di seluruh wilayah Indonesia.

Penampilan dan Masalah Perhakiman
Beberapa karakter yang merupakan “plus-minus” cabang MKQ menonjol antara lain dalam beberapa hal berikut:
1.        Peralatan musabaqah yang rumit dan beragam terdiri dari aneka jenis kalam dan cat dengan aneka medianya seperti kertas dan triplek.
2.        Waktu pengerjaan yang panjang (6 sampai 8 jam).
3.        Hasil karya yang permanen sehingga dapat dilihat dan dinilai secara terbuka oleh semua pihak setiap saat.
Ciri-ciri ini merupakan modal untuk mengukur metode penilaian dan kapabilitas Dewan Hakim MKQ sehingga dapat memilih, memilah, dan memutuskan karya-karya unggulan secara cermat dan akurat. Dari tiga ciri di atas, ada empat tuntutan yang harus dipenuhi Dewan Hakim MKQ, yaitu:
1.        Mengenal baik peralatan musabaqah (dari ukuran dan potongan kalam hingga warna-warna primer dan tertier cat pilihan peserta) karena menentukan kualitas hasil karya.
2.        Menilai dengan cermat dan tidak terburu-buru dengan “menyisir” semua karya secara berulang untuk mengklasifikasi karya-karya terpilih dan tersisih.
3.        Sanggup menentukan secara tepat karya-karya unggulan berdasarkan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, dan evaluasi, sehingga dapat menghindarkan kontroversi dan klaim dari semua pihak.
4.        Sanggup menerangkan alasan-alasan di balik pemilihan karya-karya unggulan dan menjelaskan kelebihan serta kekurangan setiap karya yang dinilainya.
Persyaratan tersebut diperlukan dan dapat dipenuhi hanya apabila Dewan Hakim MKQ benar-benar ahli di bidangnya dan/atau berpengalaman sebagai khattat dan seniman yang banyak mengikuti eksibisi lomba dan mengikuti perkembangan karya peserta di lapangan.
Dengan demikian, kemahiran pokok yang harus dimiliki Dewan Hakim MKQ adalah:
1.        Menguasai gaya-gaya khat yang dilombakan (Naskhi, Sulus, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Kufi, dan Riq’ah).
2.        Berwawasan luas dalam bidang seni rupa (teori warna, teori garis, unsur komposisi, unsur bentuk, ornamen, dan arabesk).
Peningkatan kualitas estetis Dewan Hakim ini sangat diperlukan, seiring dengan semakin meningkatnya kualitas karya peserta yang dapat dilihat dari hal-hal berikut:
a)    Peserta semakin menguasai huruf-huruf untuk aliran-aliran khat yang dilombakan.
b)   Ornamen yang digunakan pada Golongan Hiasan Mushaf dan Dekorasi rata-rata bagus, semakin variatif, dan kaya nuansa.
c)    Peserta semakin memahami aturan dan teknik musabaqah yang nampak baik dari ketepatan hasil karya dengan isyarat soal maupun pedoman musabaqah.
d)   Pendidikan rata-rata peserta meningkat dengan mayoritas mahasiswa, sehingga memperkaya wawasan dan gagasan yang dapat dilihat dalam karyanya yang semakin bermutu.
Tidak selalu peningkatan kualitas peserta ini diikuti oleh peningkatan kualitas Dewan Hakim yang kerapkali “kalah terampil” dibandingkan peserta. Jika peserta lebih maju, adalah karena ditunjang oleh keterlibatan mereka dalam lomba-lomba kaligrafi, latihan-latihan secara pribadi atau via sanggar, buku-buku kaligrafi yang semakin mudah diperoleh, aktifitas sehari-hari dalam berkarya di pelbagai media, dan tambah derasnya informasi seni rupa termasuk kaligrafi melalui pameran-pameran. Di sisi lain, umumnya Dewan Hakim MKQ semakin ketinggalan, karena — berbeda dengan peserta yang gigih berlatih untuk lomba — umumnya tidak sengaja memperdalam kaligrafi meskipun hanya untuk tujuan menambah bekal dalam perhakiman.
Untuk itu, Dewan Hakim MKQ harus memiliki ilmu yang memadai dan menguasai teknik tentang obyek yang dinilai, sehingga hasil penilaiannya obyektif dan dapat  dipertanggungjawabkan.
Teknik Penilaian
Berdasarkan Pedoman Perhakiman Cabang Khat Al-Qur’an, Dewan Hakim MKQ menilai dua sub pokok materi, yaitu huruf dan ornamen untuk tiga golongan musabaqah, yaitu:
1.         Golongan Naskah (penguasaan huruf).
2.         Golongan Hiasan Mushaf (penguasaan huruf dan ornamen).
3.         Golongan Dekorasi (penguasaan huruf dan ornamen).
Secara rinci, penilaian untuk tiga golongan musabaqah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Penilaian huruf diarahkan kepada:
·           Bidang kebenaran kaedah mencakup: bentuk dan proporsi huruf, jarak spasi dan letak huruf, serta keserasian dan komposisi huruf untuk gaya-gaya khat Naskhi, Sulus, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Kufi, dan Riq’ah yang dilombakan.
·           Bidang estetika atau keindahan khat mencakup: kekayaan imajinasi dalam mengolah, kebersihan, dan kehalusan.
Mencermati kecenderungan peserta yang memilih “mazhab guru” atau gaya-gaya yang disukainya (seperti gaya Hasyim Muhammad al-Baghdadi, Hamid al-Amidi, Muhammad Syauqi, Muhammad Izzat, Mustafa Gazlan Bek atau Mustafa Raqim untuk pola-pola goresan huruf yang menandakan perbedaan stil dan orientasi).
Penilaian Ornamen atau hiasan diarahkan kepada:
·           Bidang keindahan hiasan mencakup: kekayaan imajinasi dan tatawarna, keserasian format, kebersihan, dan kehalusan.• Mencermati kecenderungan peserta yang memilih ragam hias Nusantara, arabesk, atau kombinasi warna yang beranekaragam yang menandakan wawasan rupa yang berbeda-beda.
Skor nilai untuk masing-masing golongan adalah sebagai berikut:
·           Bobot nilai Golongan Naskah maksimal 100 (Kebenaran Kaedah Khat 60 dan Keindahan Khat 40).
·           Bobot nilai Golongan Hiasan Mushaf dan Golongan Dekorasi masing-masing maksimal 100 (Kebenaran Kaedah Khat 35, Keindahan Khat 25, dan Keindahan Hiasan 40).
Berbeda dengan cara penilaian tilawah, tahfizh, syarhil, fahmil atau Tafsir yang menggunakan sistem auditif melalui pendengaran yang diproses satu-persatu secara bergiliran, proses penilaian khat dapat dilakukan serentak dengan sistem fisual melalui penglihatan langsung dalam waktu tak terbatas dengan penyisiran yang berulang-ulang. Dengan demikian, asal Dewan Hakim menguasai teknik dan materi musabaqah, kekeliruan penilaian (seyogianya) tidak akan terjadi karena:
1.        Penilaian seluruh karya secara serentak memudahkan mengklasifikasi karya-karya unggulan dan karya-karya tersisih: dimulai pada babak penyisihan dengan memilih 10 besar, kemudian 6 besar, terakhir 3 besar. Pada babak final, urutan 1, 2, dan 3 ditentukan dengan keriteria dan cara penilaian yang sama.
2.        Karya-karya yang dipampang di satu lokasi lomba dapat dilihat secara jelas sehingga dapat diketahui yang bagus dan tidak bagus secara jernih.
3.        Lamanya waktu tak terbatas selama penilaian, memberi kesempatan mengulang atau mengevaluasi ulang penilaian, sehingga hasil akhir penilaian benar-benar obyektif dan akurat.
4.        Proses penilaian dengan waktu tak terbatas dan berulang-ulang yang menghasilkan angka-angka obyektif dan akurat ini menunjukkan tim penilai MKQ sangat bisa kualified, professional, dan proporsional.
Sungguhpun metode perhakiman MKQ sangat potensial untuk menghasilkan penilaian yang akurat, realisasinya di lapangan tidaklah selalu mudah karena terkait dengan “hakim ideal” yang ahli sekaligus jujur. Persyaratan “hakim ideal” tersebut tidak selalu mudah dikabulkan, terlebih bagi hakim-hakim daerah yang tidak terjangkau pembinaan atau informasi perkembangan kaligrafi yang cukup. Sementara masalah kejujuran acapkali samar karena tertutup kemutlakan dan kebebasan Dewan Hakim dalam menilai.
Mengingat banyaknya persoalan berkenaan dengan masalah kemampuan, banyak cara mengupgrade Dewan Hakim MKQ, baik secara terkordinasi oleh lembaga yang berkompeten sepeti LPTQ maupun dengan cara belajar mandiri. Beberapa hal berikut dapat dijadikan kunci untuk mencapai tujuan tersebut:
1.             Mengadakan kaderisasi Dewan Hakim MKQ melalui penataran-penataran atau pemberian tugas-tugas PR (seperti pembuatan karya-karya yang menggambarkan tugas MKQ) yang diperiksa oleh tim ahli tunjukan LPTQ.
Pendalaman wawasan yang diusahakan oleh hakim sendiri dengan membaca sebanyak mungkin buku-buku kaligrafi dan merekonstruksi hasil karya peserta MKQ di arena musabaqah. Cara terakhir dapat dibuat melalui dokumentasi foto untuk diketahui desain, gaya, dan orientasinya masing-masing.
2.             Untuk memperdalam bahasa rupa dan iluminasi atau ornamen, cara yang tepat adalah dengan studi banding dan pengamatan atas karya-karya seni rupa atau lukisan di buku-buku atau katalog-katalog seni rupa, dekorasi di dinding-dinding masjid, ragam iluminasi mushaf Al-Qur’an, dan pameran-pameran seni rupa.
3.             Keterlibatan hakim (berdasarkan keahliannya di bidang kaligrafi) dalam pembinaan kader-kader daerah akan membantu meningkatkan pengetahuan dan keahliannya.
4.             Memperbanyak dialog dengan para khattat, pelukis, dan ahli seni dalam rangka konsensus menentukan suatu karya yang bagus, ideal, dan sesuai dengan norma-norma musabaqah. Beberapa masalah tersebut dapat dijadikan bekal untuk “memahami lebih jauh” seni khat melalui perhakiman MTQ. Pengembangan lebih lanjut, sudah tentu, dapat diperoleh hanya melalui pengalaman panjang di lapangan.
Metode Pembinaan Kaligrafi
1.             Kaligrafi yang dilombakan dalam MKQ memiliki tujuan-tujuan pengajaran, pendidikan, estetis, praktis, dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut diperlukan metode yang intensif dan terstruktur, sehingga pengembangannya menjangkau seluruh elemen yang mencakup pembentukan kader, rotasi kegiatan yang kontinyu, dan membuahkan hasil yang kongkrit. Jangkauan pengembangan ini, jika disimpulkan, mencakup pembinaan “tiga pilar kaligrafi” sebagaimana dikatakan oleh Ali ibn Abi Thalib:
2.             “Kaligrafi itu tersirat dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan, dan kekekalannya adalah pada pengamalan agama Islam.”
3.             Ini berarti pembinaan harus diarahkan kepada tiga hal:
1)   Guru, pelatih, instruktur, official, atau juri kaligrafi yang mumpuni karena akan menentukan sukses tidaknya pembinaan.
2)   Latihan-latihan gencar dan intensif murid di bawah bimbingan gurunya ,menjamin tambah profesionalnya pembinaan dengan lahirnya hasil karya untuk pelbagai kepentingan agama seperti lukisan kaligrafi Al-Qur’an atau kegiatan MTQ.
Struktur pembinaannya harus melalui tiga jenjang:
1.             Pembinaan Jangka Pendek
Waktunya 1 (satu) tahun dan diarahkan untuk menciptakan pelbagai aktivitas kaligrafi tahunan seperti pada MTQ Tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Propinsi dan lomba-lomba kaligrafi pada Peringatan Hari-hari Besar Islam dan Nasional.
Pembinaan untuk kepentingan jangka pendek ini dikelola oleh Pemda Tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, dan Kabupaten/Kota dengan agenda pelatihan kader peserta, pelatih, dan dewan hakim kaligrafi Tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, dan Kabupaten/Kota menjelang pelaksanaan kegiatan.
2.             Pembinaan Jangka Menengah
Jangka waktunya 2 (dua) tahun dan difokuskan untuk meraih prestasi Nasional dan Internasional dalam pelbagai event lomba dan perhelatan akbar kaligrafi seperti MTQ Nasional, Pospenas, MTQ Mahasiswa Nasional, dan lomba-lomba kaligrafi berskala ASEAN di Brunei Darussalam dan Internasional di Turki. Kegiatan pembinaan jangka menengah ini dikelola oleh Pemda Tingkat Propinsi termasuk untuk kegiatan yang bersifat pendelegasian atas nama Pemerintah Pusat.
Konsentrasi pembinaan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang mencakup:
·        Seleksi kader MTQ Nasional duta Propinsi melalui pemusatan latihan berjenjang.
·        Pelatihan para calon peserta Peraduan Menulis Khat ASEAN dan International Calligraphy Competition.
·        Seleksi dan pelatihan duta Pospenas dan MTQ Nasional Mahasiswa.
Mengadakan penataran official, pelatih, dan Dewan Hakim kaligrafi.
3.             Pembinaan Jangka Panjang
Jangka waktunya 5 (lima) tahun dan merupakan pembinaan permanen yang dilaksanakan di seluruh institusi pendidikan dan latihan (diklat) yang berkompeten. Pengelola program ini adalah Pemda Tingkat Propinsi bekerjasama dengan lembaga-lembaga diklat professional.
Pusat-pusat pembinaan jangka panjang ini ialah:
·        Sekolah dan perguruan tinggi dengan memasukkan kaligrafi sebagai mata pelajaran muatan lokal (mulok) dan ekstra kurikula.
·        Sanggar-sanggar kaligrafi untuk dijadikan tempat latihan berkarya.
·        Masjid dan beberapa lembaga pendukungnya seperti DKM, BKPRMI, dan majlis ta’lim untuk rekrutmen peserta binaan. Cakupan materi dan kegiatan pembinaan jangka panjang yang bersifat permanen ini bertujuan membentuk para kader khattat/kaligrafer professional yang akan mengisi aneka aktivitas kaligrafi di Tingkat Desa/Kelurahan sampai Tingkat Nasional dan Internasional, dan jadi modal kader pembinaan jangka pendek dan menengah.
Pembinaan jangka panjang yang diplot untuk “waktu seterusnya” merupakan “pembinaan semesta” yang mencakup seluruh aspek perkaligrafian yang dibutuhkan. Agendanya terdiri dari:
a)         Kegiatan primer, mencakup pembelajaran kaligrafi di sekolah/perguruan tinggi dan latihan di sanggar kaligrafi. Materinya adalah:
·      Pendalaman huruf dan penguasaan seluruh aliran kaligrafi.
·      Penguasaan aneka teknik melukis dengan segala bahan.
·      Pengembangan skil untuk membuat karya-karya di pelbagai media (seperti kertas, kanvas, kaca, kayu, stucco, dan lain-lain).
b)        Kegiatan sekunder, ditujukan untuk menopang dan mengembangkan hasil dan kemampuan yang diperoleh pada kegiatan primer. Aktivitas kegiatan sekunder terdiri dari:
·      Pameran atau pergelaran kaligrafi untuk melatih apresiasi khattat dan penonton, sekaligus sebagai ajang penjualan karya.
·      Lomba kaligrafi antar pelajar dan mahasiswa peserta pembinaan sebagai ajang peningkatan mutu karya dan latihan berkompetisi.
·      Forum diskusi seni untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman seni, budaya, dan sejarah Islam agar peserta terdorong lebih kreatif berkarya.
·      Rekreasi seni dengan kegiatan melukis di alam terbuka seperti pantai atau gunung, demonstrasi kaligrafi di muka umum, dan kunjungan ke pameran dan tokoh kaligrafi.
·      Kewirausahaan dengan memasarkan karya hasil produksi peserta.
Ikhtitam
Begitu besarnya minat kaula muda terhadap kaligrafi, sehingga pembinaannya terasa amat mendesak. Potensi tersebut berimplikasi tidak hanya kepada perlunya pembinaan para pelajar muda tersebut, tetapi juga kepada para guru, pelatih, official, dan Dewan Hakim yang secara langsung terlibat di dalamnya.
Karena itu pembinaan tersebut harus menyeluruh dan sepanjang waktu meliputi semua aspeknya, dan pelaksanaannya tidak setengah-setengah atau hanya untuk kepentingan temporer seperti MTQ Nasional yang tidak datang setiap saat.
Jika pembinaan dilaksanakan serentak untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, maka akan lahir kader-kader yang tangguh sehingga mekanisme kegiatan kaligrafi apa pun akan mudah dilaksanakan dengan hasil sesuai harapan. Insya Allah.

*Disampaikan pada acara Pelatihan Dewan Hakim Kaligrafi se-Provinsi Riau, 14-15 Desember 2007, di Pekanbaru.

Apabila Artikel atau info dalam blog ini baik dan bermanfaat bagi anda, harap disebarkan
1 Comment
  1. Mizanuddin Amin says

    alhamdulillah

Leave A Reply

Your email address will not be published.