PAMERAN KALIGRAFI MEDIUM DAKWAH BILQOLAM UNIVERSAL

0

Oleh: Didin Sirojuddin AR

      Kehadiran Pameran Internasional THE POWER OF KA’BAH 2 yang diikuti para pelukis dan kaligrafer 30 negara, 19-24/8/2023, merupakan kabar gembira yang wajib disambut dan disyukuri. Walaupun tidak semua karya menampilkan sosok ‘ainul Ka’bah (bangunan Ka’bah), namun semuanya senada   mengagungkan “Robba hadzal Bait” (Tuhan Pemilik Rumah ini) dalam lafal-lafal Kitab Suci Al-Qur’an dengan gaya-gaya khat indah yang variatif. Keberagaman memilih term klasik Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, Riq’ah, dan Andalusi atau tipe kontemporer Figural, Simbolik, dan Ekspresionis (melalui  pesan-pesan ayat Al-Qur’an tentang Tauhid, Iman-Islam, Taqwa, Ibadah, Sosial Kemasyarakatan, Amal Saleh dan Salah,  Persatuan, Persaudaraan Islam, Dunia-Akhirat, Ilmu Pengetahuan, Keadilan, Ajakan Ibadah HAJI, dan Do’a)  menegaskan keyakinan bila kaligrafi Arab yang dijuluki “Art of Islamic Art” sangat plastis bisa terus digali dalam rupa-rupa karakter dan teknik yang tidak pernah ada habis-habisnya. Jika boleh disebut, peserta pameranlah para penggalinya. Mereka, dengan karya-karya kreatif-inovatifnya, adalah  “pemburu” yang haus dengan eksperimen dan  penemuan-penemuan baru. Oleh Habibullah Fadhaili dalam kitabnya, “Atlas Al-Khat wa Al-Khuhut” (1993) disebutkan, bahwa setiap gaya kaligrafi tunduk sepehuhnya terhadap ekspermen dan modifikasi selama bertahun-tahun bahkan berkurun-kurun, sampai terbentuknya pola yang benar-benar sempurna. Maka, sekarang, menggores dengan kaligrafi murni bukan lagi satu-satunya pilihan yang dihukum wajib mutlak, karena banyak ruang tawar-menawar untuk menggunakan gaya-gaya dari hasil temuan lain.

     Dengan demikian, pameran akbar internasional besutan Jakarta Islamic Centre di bawah komando gesit Kyai Arif Syukur ini adalah medium dakwah bilqolam yang sekaligus mengenalkan bahwa sejatinya kaligrafi adalah ILMU (الخط علم), kaligrafi adalah SENI (الخط فن), dan kaligrafi adalah FILSAFAT (الخط فلسفة). Bahkan peristiwa pameran dengan content karya dan pelukisnya telah menjadi semacam “angkatan ketujuh” atau “periode baru” yakni Periode Perpaduan Karya, melengkapi periode-periode sebelumnya, yaitu:

     Periode Pertama (pertumbuhan awal), saat khat Kufi belum bertanda baca yang menyebabkan tersendatnya fungsi bacaan. Berkat usaha Abul Aswad Al-Duali (w 69 H) dan penerus-penerusnya, problem tersebut dapat diselesaikan.

     Periode Kedua (pertumbuhan semesta), dimulai dari akhir khilafah Banu Umaiyah dan awal Banu Abbas hingga zaman kekuasaan Al-Makmun, ditandai dengan era modifikasi dan pembentukan gaya-gaya, hingga era pengelokan  dan penghimpunan mazhab-mazhab baru. Dalam catatan Ibnu Nadiem (“Al-Fihrist” 17 & 18), pada periode ini lahir 24 gaya lalu berkembang jadi 36 gaya karena semangat “perburuan” para khattat.

     Periode Ketiga, penyempurnaan anatomi huruf oleh Ibnu Muqlah (w 328 H) dan saudaranya. Ia mengkodifikasi kaligrafi berstandar atas 14 aliran yang dipilihnya, kemudian menentukan 12 kaidah yang jadi pegangan untuk seluruh aliran.

     Periode Keempat, pengembangan pola-pola khat yang dikodifikasi Ibnu Muqlah sebelumnya.  Tugas ini dipelopori Ibnu Bawab (w 413 H) yang menambahkan unsur-unsur “zukhrufah” (aksesoris) pada 13 khat yang jadi elemen eksperimennya.

     Periode Kelima, merupakan masa klasifikasi dan pengolahan gaya-gaya dan penetapan “Al-Aqlam Al-Sittah” (Aliran Enam, yaitu Tsulus, Naskhi, Raihani, Muhaqqaq, Tawqi, dan Riq’ah) yang ditemukan pada periode kedua sebagai masterpiece. Tugas ini dipandu oleh Yaqut Al-Musta’shimi (w 698 H). Yaqut mengembalikan hukum-hukum Ibnu Muqlah dan Ibnu Bawab pada asas geometri dan titik yang populer di zamannya sambil memperhalus gaya-gaya yang berkembang. Sampai periode ini para kaligrafer sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru, hingga melahirkan ratusan (ada yang mengatakan lebih 400) jenis khat, yang merupakan pengembangan gaya-gaya terdahulu.

     Periode Keenam, ditandai munculnya 3 gaya khat (Ta’liq, Nasta’liq, dan Sikasteh) pada tiga dekade, utamanya dari tangan-tangan para kaligrafer Iran yang dimulai abad 6 dan 7 H, dan masuk periode pematangan aliran-aliran khat di abad 8 dan 9 H. Kelahiran 3 gaya ini bukannya mengakhiri proses perkembangan, malah merupakan titik pijak ditemukannya olahan-olahan baru yang menunjukkan dinamika perburuan tambah menggemuruh.

     Pameran The Power of Ka’bah benar-benar membawa “kekuatan baru” yang terkonsep. Semoga saja menjadi jalan ijtihad mencapai tujuan diamalkannya Al-Qur’an mulai dari sudut keindahannya yang berlanjut kepada tekad “selalu belajar Al-Qur’an”: belajar MENGENALnya, MEMBACAnya, MENULISnya, MEMAHAMInya, MENGAMALKANnya, dan belajar MENCINTAInya. Tetapi belajar kaligrafi juga harus dimulai dari dasar, dari rumus-rumus, dari khat Naskhi yang sederhana sampai kepada pendalaman gaya-gaya yang lain seperti di dalam pameran ini. Selamat berpameran.

Leave A Reply

Your email address will not be published.